Pencobaan Tuhan dan Pencobaan Kita (Mat 4:1-11)
Dalam Minggu Prapaskah pertama, kita merenungkan kisah pencobaan yang Yesus hadapi di Padang Gurun. Dari sekian banyak makna yang mungkin bisa kita petik dari kisah ini, ada satu hal yang kiranya penting untuk kita renungkan, yaitu tentang pencobaan-pencobaan kita sendiri di dalam kehidupan ini. Kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap orang pasti akan jatuh ke dalam pencobaan di saat-saat tertentu kehidupannya. Dicobai berarti diuji, dan setiap ujian kehidupan selalu berguna. Setiap orang akan mengetahui dirinya mampu bila telah melewati ujian kemampuan. Pekerjaan, pernikahan, keluarga, persahabatan, dan sebagainya, suatu ketika akan melewati saat-saat krisis atau momen-momen pencobaan. Setiap pencobaan yang kita hadapi sebenarnya dapat menjadi momen transformasi untuk menjadi lebih baik di masa depan. Tentu pertanyaan utamanya di sini adalah bagaimana sikap dan tindakan kita menghadapi setiap pencobaan yang mungkin dialami. Terutama sikap dan tindakan kita di hadapan pencobaan-pencobaan yang mungkin hendak merusak tatanan relasi kita dengan Tuhan. Mari kita mencoba belajar dari pengalaman Yesus, yaitu dari cara-Nya mengatasi dan mengalahkan pencobaan-pencobaan itu. Yesus menghadapi pencobaan sebanyak tiga kali. Jika diperhatikan dengan seksama, pencobaan-pencobaan yang dihadapi oleh Yesus itu sebenarnya merupakan pencobaan-pencobaan yang paling mungkin menentukan keadaan kehidupan seseorang dan relasinya dengan Tuhan.
Pencobaan pertama oleh iblis adalah melalui makanan, tepat pada saat Yesus sedang merasa lapar karena telah berpuasa selama empat puluh hari dan empat puluh malam lamanya. Ada tidaknya makanan memang menentukan kondisi hidup seseorang. Manusia tidak bisa hidup tanpa makan. Godaan makanan di sini mewakili segala sesuatu yang ditawakan oleh dunia ini, yang memberikan kepuasan-kepuasan lahiriah semata. Memang sebagai mahkluk fana, hal-hal lahiriah tetap diperlukan namun itu semua sebenarnya bukanlah yang paling utama. Kita tidak saja hanya memiliki tubuh tetapi juga jiwa. Jiwa membutuhkan hal-hal yang rohaniah sebagai makanannya. Itulah sebabnya dalam menghadapi cobaan ini, Yesus menegaskan bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Penegasan Yesus ini sebenarnya berkaitan dengan prinsip dasariah di mana hidup harus ditempatkan. Seringkali orang jatuh ke dalam kecenderungan untuk mengejar kepuasan lahiriah dan melupakan hal-hal rohani yang sebenarnya lebih dibutuhkan dalam hidup. Oleh karena itu, masa prapaskah ini hendaknya menjadi saat berharga bagi kita masing-masing untuk memperbaharui prinsip hidup kita. Hendaknya kita mengisi kembali kebutuhan-kebutuhan rohani kita, terutama dengan firman Tuhan, yang selalu akan menolong kita untuk dengan benar memilih kebutuhan hidup yang terbaik. Marilah dengan rendah hati kita juga memohon rahmat Tuhan agar mampu membedakan apa yang benar-benar bernilai bagi kehidupan dan yang memang pantas untuk selalu diperjuangkan.
Pencobaan kedua adalah menguji Tuhan. Yesus dibawa ke Kota Suci, ditempatkan di bubungan Bait Allah dan digoda untuk menjatuhkan diri-Nya sehingga malaikat-malaikat akan datang menolong. Iblis menguji Tuhan, bahkan dengan berlaku seolah-olah seperti seorang suci. Sadar atau tidak kita pun sering bertindak seperti ini. Karena banyaknya kecerobohan diri, kita sering berada dalam keadaan jatuh dan terpenjara di pinggiran kehidupan. Lalu kita menyalahkan Tuhan oleh karena keadaan-keadaan yang tidak menguntungkan itu. Kita mereduksi kehadiran dan penyelenggaraan Tuhan hanya ke dalam ruang keajaiban dan bisa saja itu semua dibuat terlihat seolah-olah sangat spektakuler dan suci. Kita mencoba untuk mengendalikan Tuhan, memaksa-Nya untuk mendengarkan kita alih-alih mendengarkan Dia, memperbudak-Nya demi keuntungan diri kita sendiri, dan mengarahkan-Nya mengikuti rancangan kita. Ini semua bukanlah sikap percaya yang sesungguhnya. Tuhan tidak dapat dibeli atau diuji. Kita harus belajar untuk sepenuhnya percaya kepada-Nya, mau mendengarkan Dia, dan mengikuti rancangan-Nya atas kehidupan kita. Marilah pada masa prapaskah ini kita melatih diri sekali lagi untuk mendengarkan suara Tuhan dengan seksama. Marilah kita belajar untuk percaya kepada-Nya, dalam situasi dan keadaan hidup apa pun di mana kita berada di dalamnya.
Dalam pencobaan yang ketiga, Tuhan digoda dengan kekuasaan. Iblis memang selalu menawarkan pesonanya yang seolah-olah mendatangkan keuntungan, kemewahan dan kekuasaan. Seringkali juga keinginan untuk berkuasa, memiliki segala-galanya, dan keangkuhan malah membawa kita untuk melayani iblis dan menyembah padanya. Kita bersujud kepada kejahatan dan tidak kepada Tuhan. Semakin berkuasa dan memiliki segala-galanya bahkan akan membuat seseorang semakin banyak membuat kompromi-kompromi terhadap kejahatan. Dengan cara seperti itulah iblis hendak menggantikan tempat Tuhan dalam kehidupan kita. Dia menawarkan keuntungan semu, juga kemuliaan serta kebahagiaan palsu, yang sebenarnya sama sekali tidak mendatangkan kehidupan. Kita semestinya membiarkan Tuhan yang memerintah atas kehidupan kita. Pemerintahan Tuhan adalah pembalikan dari kejayaan iblis. Pemerintahan Tuhan tidak pernah menipu, kasih-Nya tidak palsu, cinta-Nya pasti dan mendatangkan kehidupan penuh damai. Wujud kekuasaan Tuhan terungkap di atas takhta Salib, di mana Dia mengalahkan kuasa kegelapan dan menyatakan kasih-Nya bagi kita. Pada masa prapaskah ini, marilah kita mengundang Tuhan ke dalam kehidupan kita dan membiarkan-Nya meraja di sana. Marilah kita juga memperbaharui dan mempertegas komitmen kita untuk berbakti hanya kepada Tuhan saja, bukan kepada iblis dengan pesona-pesonanya yang indah namun merugikan itu.