Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus (Yoh 6:51-58)

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus hari ini menjadi kesempatan baik bagi kita untuk melakukan suatu refleksi tentang warisan istimewa yang telah Yesus tinggalkan untuk kita: Ekaristi. Mengapa istimewa? Di dalam Ekaristi, Kristus Tuhan sendiri dihadirkan, dipersembahkan dan disantap. Ini adalah sakramen yang terluhur; merupakan puncak dan sumber seluruh kehidupan kristiani; bahkan sakramen-sakramen lain dan semua aktivitas kerasulan Gereja melekat erat dengannya dan diarahkan kepadanya.

Dalam bacaan pertama kita mendengar bahwa Musa menasihati umat Israel untuk tidak melupakan seluruh karya yang telah Allah kerjakan untuk mereka dalam perjalanan di padang gurun seperti memberi makan mereka dengan manna dan memuaskan dahaga mereka dengan air yang mengalir dari batu karang. Tanpa manna dan tanpa air yang diberikan Tuhan, umat Israel tidak akan selamat dan mereka tidak akan memasuki tanah perjanjian. Kita pun, Gereja umat Allah, peziarah yang sedang melakukan perjalanan menuju kepenuhan, diberi makan dan minum oleh Allah bukan dengan manna dan dengan air, tetapi dipelihara dan dikuatkan dengan tubuh dan darah Putra-Nya, Tuhan Kita Yesus Kristus. Umat Kristiani sekarang benar-benar dapat makan dan minum tubuh dan darah Kristus sendiri, melakukan kontak secara langsung dengan Yesus Tuhan dan dengan kekuatan hidup-Nya yang mengubah dunia.

Yesus sendiri bersabda: “Akulah roti hidup, yang turun dari Surga. Jika seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya. Dan roti yang Kuberikan ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia [….]. Barang siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia”. Dalam perjamuan malam terakhir, ketika menetapkan Ekaristi dan mewariskannya kepada murid-murid-Nya untuk diteruskan, Yesus bersabda dengan lebih terang “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu; inilah darah-Ku yang ditumpahkan bagimu, lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku”. Fokuslah pada sabda Tuhan ini, dan coba resapi kehadiran-Nya yang sungguh nyata dalam Ekaristi.

Melalui Ekaristi, kurban salib diabadikan sepanjang masa. Yesus hadir dalam isyarat penyerahan diri, persembahan kasih yang dilaksanakannya di Salib dan yang sekarang dirayakan secara abadi dalam Ekaristi, menjadi makanan dan minuman yang memelihara dan mengubah kita. Dengan menyantap tubuh dan darah Kristus kita disekutukan dengan Dia yang telah menyerahkan diri bagi keselamatan kita. Persekutuan ini mengikat kita dengan Kristus dengan cara yang tak terpisahkan. Inilah inti dari kehidupan Kristiani itu sendiri. Tanpa persekutuan dengan Kristus, kita dipastikan sedang tidak berada di jalur yang tepat di perjalanan iman kita menuju Bapa. Sungguh, Tuhan meminta kita untuk mempercayakan segalanya kepada-Nya dan berjalan bersama-Nya, membiarkan kasih karunia-Nya membimbing langkah kita. Tanpa partisipasi yang tekun dan sering dalam Ekaristi tidak ada keintiman yang mendalam dengan Tuhan, yang merupakan pokok anggur yang sejati, Tanpa persekutuan ini, kita akan menjadi orang-orang Kristiani dangkal, lebam, ranting-ranting anggur yang layu dan tidak dapat berbuah.

Persatuan rohani kita dengan Kristus menjadi penopang tangguh persekutuan kita dalam Gereja sebagai Tubuh Kristus yang hidup. Bukan Gereja yang melahirkan Ekaristi, tetapi sebaliknya Ekaristilah yang melahirkan, menjaga dan membimbing Gereja. Rasul Paulus berbicara kepada kita tentang hal ini dalam bacaan kedua yang diambil dari surat pertama kepada jemaat di Korintus. Ia menegaskan bahwa piala syukur dan roti yang merupakan persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus menjadikan kita satu tubuh, yaitu Gereja. Dari misteri yang tak terselami ini lahirlah kebaikan sejati bagi seluruh Gereja, bahkan Gereja itu sendiri lahir dan tumbuh darinya. Tanpa Ekaristi tidak akan ada Gereja, sama seperti tanpa Gereja tidak akan ada perayaan Ekaristi. Ekaristi merupakan puncak dan sumber seluruh kehidupan Gereja. Oleh karena itu partisipasi aktif kita dalam Ekaristi amatlah penting. Ekaristi bukan soal ritual dan gerakan liturgis saja. Ekaristi mendorong kita masuk ke dalam kehidupan persekutuan cinta kasih, tidak hanya dengan Tuhan yang tersamar dalam roti dan anggur di altar, tetapi juga dengan sesama yang lain di altar kehidupan Gereja.

Melihat dalamnya dan luhurnya sakramen yang mengagumkan ini, dapatkah seorang Kristen mengatakan bahwa bahkan tanpa menghadiri misa dan menerima Komuni dia tetap dapat menjadi seorang Kristen sejati? Tentu saja tidak. Ekaristi seharusnya menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan kristiani kita. Ini dengan sendirinya meminta dari kita keseriusan dan komitmen. Pertama-tama melalui kehadiran kita sedapat mungkin dalam setiap perayaan Ekaristi, terutama pada hari-hari minggu dan hari-hari raya wajib, bahkan tidak menutup kemungkinan juga setiap hari dalam misa pagi. Lalu penting juga komitmen kita untuk berpartisipasi secara serius dalam setiap perayaan Ekaristi. Ekaristi tidak bisa dihadiri dengan sikap ketidakpedulian dan kurang rasa hormat. Selanjutnya, keseriusan kita untuk menghasilkan buah-buah iman, harapan, dan kasih, di keseharian hidup kita, terdorong oleh inspirasi abadi yang kita temukan dari Ekaristi itu sendiri. Saudara-saudari terkasih, marilah kita membiarkan diri kita dipelihara dan dibentuk oleh Ekaristi – sakramen yang menguatkan dan menopang kita dalam komitmen kita sebagai orang percaya dan murid-murid Tuhan Yesus Kristus. Semoga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Love Previous post Ciri-Ciri Hakiki Perkawinan Katolik
Yesus dan Perempuan Samaria Next post Iman Perempuan Kanaan (Mat 15:2-28)